Perang Harga dan Kepentingan Marketplace

Oleh Ihda Arifin Faiz, SE, M.Sc.,CMA, CIBA (Founder Revival Islamic Governance)

Assalamualaikum Wr Wb

Sahabat muslim bangkit yang dirahmati Allah SWT. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga tetap dalam visi ke depan dan juga value yang bermakna. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kita akan berdiskusi dalam satu topik berkaitan dengan teknologi. Banyak sekali kita mendapati penggunaan teknologi di berbagai bidang, sehingga munculah disrupsi teknologi, bidang bisnis, pendidikan, ekonomi, sosial hingga pemerintahan. Kali ini kita akan menyoroti dampak disrupsi teknologi di bidang bisnis.

Bagaimana pengelolaan dan mekanisme bisnis dapat berlangsung dengan teknologi sebagai fasilitator dalam transaksi dan lingkungan ekosistem bisnis dan perekonomian? Ada salah satu fenomena yang cukup menarik dan ini tampaknya sudah melekat dan familiar dalam kehidupan kita sehari-hari, yakni munculnya banyak marketplace. Keberadaan marketplace ini merubah cara berinteraksi antara penjual dan pembeli, terutama karena kemudahan akses (informasi dan pasar) dan ragam pilihan barang dan pelaku pasar (penjual dan pembeli). Pada awalnya banyak yang berharap atas kehadiran teknologi untuk mempermudah transaksi bisnis dan akses informasi serta kemudahan dalam penyaluran atau distribusi barang. Bagi pembeli, kita merasa punya banyak pilihan untuk bisa melihat harga pada jenis produk maupun layanan yang sama atau semisal. Di sisi lain, bagi penjual juga terdapat banyak opsi untuk bisa menjual ke berbagai konsumen dengan jangkauan yang luas (bahkan internasional) dalam waktu tak terbatas.

Pada awalnya, tumbuhnya marketplace ini juga menjadikan euforia akan murahnya akses informasi dan mudahnya perolehan barang-barang yang berkualitas dengan harga atau jangkauan pelaku lokal. Tetapi kemudian hari, ternyata banyak sekali ragam permasalahan yang muncul. Pada awalnya muncullah komunitas importir yang menunjukkan kemudahan impor dan menjualnya di marketplace. Para pelaku melakukan pembelian ke negara-negara supplier besar untuk bisa mengakses langsung dan menjualnya di konsumen-konsumen lokal. Mereka kemudian menciptakan euforia agar banyak orang bisa mengikuti langkah mereka menjadikan barang-barang impor bisa dikonsumsi dan digunakan secara langsung oleh para konsumen yang ada di sekitar mereka.

Di sisi lain, tampaknya fenomena semakin meningkatnya impor dan juga mudah dan murahnya perolehan bahan baku atau bahkan produk jadi yang membanjiri pasar dalam negeri menjadikan dampak negatif bag pedagang lokal. Ada beberapa kondisi yang menjadikan para pelaku perdagangan lokal terutama yang mengandalkan bahan baku serta pembeli lokal menjadi tersingkirkan. Kondisi tersebut memunculkan gerakan yang sebaliknya, yaitu berusaha untuk menyadarkan para pembeli dan juga ekosistem bisnis awal untuk menggunakan produk-produk lokal karena tersingkirnya para penjual lokal dengan adanya marketplace. Hal ini tentu merupakan dua fenomena yang perlu kita cermati secara baik. Satu sisi, bagi pembeli akan memudahkan mereka untuk memilih produk-produk berkualitas dengan harga yang terjangkau. Terutama untuk produk-produk teknologi tinggi atau high-tech, dan juga produk-produk baru atau produk-produk dengan fungsi-fungsi yang sama. Sebagian dari mereka (calon pembeli) bisa mendapatkan informasi secara langsung kepada merchant yang ada di marketplace tersebut dengan tawaran biaya dan harga jual yang kompetitif. Tetapi di sisi lain ternyata ada kondisi sebaliknya, yaitu para penjual atau pedagang lokal yang tersingkirkan karena adanya impor yang besar-besaran yang membanjiri pasar lokal mereka dengan harga sangat murah.

Terlebih saat ini hampir semua kegiatan dan transaksi bisnis berlangsung secara online dan digital. Sebelum munculnya pandemi Covid ini, fenomena disrupsi teknologi di bidang bisnis sungguh sangat terasa. Ditambah lagi munculnya virus corona yang menyebabkan mobilitas serta transaksi secara riil di dalam pasar tradisional berkurang. Kondisi perdagangan dan perang harga di marketplace semakin menjadi-jadi. Bagaimana dengan para pebisnis ketika menyikapi hal ini? Mungkin bagi para pelaku pemula di bidang bisnis atau sedang merintis usahanya, mereka belum pernah merasakan kondisi dimana harus mendapatkan bahan baku lokal, mengolahnya dengan alat dan faktor produksi yang mahal, dan menjualnya kepada calon pembeli lokal. Setelah menjalani proses produksi yang mahal tempo lalu kemudian mereka mendapati satu ekosistem baru yang bernama marketplace yang dikelola oleh salah satu pihak atau perusahaan dengan pola baru dan sangat berbeda dengan model bisnis tradisional. Bagi mereka yang sudah memiliki usaha dan berjalan dengan model tradisional sebelumnya, kondisi ini tentu membawa tantangan. Bagi yang memiliki modal yang cukup dan kemampuan inovasi serta pengetahuan atas penggunaan teknologi tadi, maka kemunculan teknologi baru ini bisa dimanfaatkan dengan penyesuaian yang cepat dan tepat karena kapasitas kapital mencukupi.. Akan tetapi bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan secara tepat dan modal mencukupi, maka sebagian besar tersingkirkan dan akhirnya gulung tikar.

Bagi para pembeli, keberadaan marketplace ini tentu merupakan suatu berkah dan keuntungan karena akses informasi terhadap harga, pilihan barang, dan juga pilihan terhadap penjual. Bahkan mereka bisa melakukan transaksi kapanpun dan dimanapun hampir 24 jam tanpa henti, dimana hal ini bisa menjadi keuntungan bagi pembeli. Tetapi bagaimana dengan penjual, penjual tradisional,dan  calon penjual apakah mereka diharuskan merubah pola dan bisnis mereka menjadi digitalisasi? Mari kita bahas secara lebih mendalam.

Fenomena yang nampak jelas dengan keberadaan marketplace adalah kompetisi harga di antara para penjual dengan menawarkan harga-harga yang gila-gilaan. Banyak di antara mereka menjual dengan harga di bawah pasar, kemudian para pesaingnya mencoba untuk melakukan hal yang serupa. Terutama produk-produk baru dan merchant-merchant baru, mereka pastinya membuat promosi dengan memotong harga jauh dari harga sewajarnya agar diminati oleh calon pembeli. Peran harga inilah yang tampaknya harus diwaspadai dan dimengerti oleh para penjual. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dari marketplace ini. Pertama, bahwa marketplace ini bukanlah konsep pasar yang sebagaimana dipahami oleh para ekonom dan juga pasar tradisional. Marketplace yang ada saat ini merupakan bagian dari bisnis owner atau perusahaan yang membuat marketplace. Sistem kerja dan berjalannya transaksi yang ada dalam marketplace tersebut ditentukan oleh aturan main dan juga kepentingan dari pemilik ataupun perusahaan yang merintis marketplace tersebut. Oleh karena itu, bagi para penjual yang membuka merchant di suatu marketplace, jangan berharap bahwa mereka akan mendapati kondisi sebagaimana pasar yang seharusnya mereka dapati sebelumnya. Salah satunya adalah ciri berkenaan dengan pembentukan harga pasar. Di dalam teori ekonomi, pembentukan harga pasar ini ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Adapun supply ini merupakan bentuk dari tawaran berapa harga yang diberikan oleh penjual, sedangkan demand ini merupakan gambaran berapa permintaan dari calon pembeli.

Pembentukan harga yang ada di marketplace tidaklah sama dengan konsep pasar yang kita pahami selama ini. Karena ternyata marketplace merupakan tempat dimana owner atau perintis usaha marketplace bisa memberikan ketentuan harga secara brutal. Dalam artian bahwa ketentuan atas pemberlakuan dan pembentukan harga yang ada di marketplace tidaklah merupakan pembentukan pasar yang efisien. Dalam istilah ekonomi, pasar efisien adalah pasar dimana pembentukan harga di pasar ditentukan oleh kekuatan antara penawaran/supply dan demand, bukan oleh faktor yang lain. Padahal kita ketahui, dalam pembentukan harga di marketplace, peran dari kebijakan dan sistem marketplace itu sendiri (pendiri/perintisnya) sangat dominan mempengaruhi pembentukan harga. 

Ada banyak cerita dan kisah yang menceritakan bagaimana turunnya harga dan pembentukan harga yang brutal dan tidak sesuai dengan konsep pasar efisien. Ada kisah seorang pemilik merchant di suatu marketplace mengatakan bahwa pada suatu waktu dia ditawari oleh pemilik marketplace untuk menurunkan harga dan selisih harga tersebut akan dibayar oleh marketplace tersebut. Pada awalnya dia menerima konsep dan tawaran itu karena dia berfikir bahwa akan mendapatkan keuntungan dari semakin meningkatnya jumlah pembelian dengan tidak mengurangi harga jual. Meskipun harga jualnya turun, tetapi selisih penurunan tersebut ditebus oleh marketplace. Akan tetapi ternyata hal itu ternyata tidak sebagaimana perkiraannya. Hingga kemudian terjadilah perang harga di marketplace pada barang ataupun komoditas yang dia jual. Para pesaingnya juga melakukan hal yang sama. Tidak diketahui apakah pesaingnya dibiayai oleh marketplace tadi, tetapi akhirnya pembentukan harga yang ada di marketplace itu tidak mencerminkan kekuatan penawaran dan juga pembelian yang fair. Di kemudian kemudian hari pihak marketplace menarik subsidi ataupun pembayaran atas selisih harga yang seharusnya dijual di awal. Padahal telah terbentuk harga baru di marketplace tersebut, seolah ada persaingan harga di antara para penjual. Dengan harga baru yang terbentuk, akhirnya si pemilik merchant tersebut terpental dan menutup merchantnya karena kekurangan biaya dan kerugian karena tidak mampu bersaing untuk sekedar menutup biaya produksi dengan harga baru yang telah terbentuk.

Di dalam teori ekonomi, ada istilah pasar efisien atau pasar persaingan sempurna. Pasar ini merupakan konsep pasar yang ideal dimana pembentukan harga sangat dipengaruhi oleh tingkat penawaran dan juga pembelian. Ada beberapa kriteria pasar efisien dan pasar persaingan sempurna, diantaranya:

  1. Di pasar itu telah muncul pembeli dan penjual dengan jumlah yang banyak dan bervariatif.
  2. Informasi yang ada dan tersedia di dalam pasar itu bisa diakses secara luas oleh semua pihak, tidak ada formasi yang tersembunyi atau informasi yang tidak diketahui oleh para pelaku pasar.
  3. Tidak ada biaya transaksi, artinya untuk melakukan suatu transaksi tidak perlu ditambah dengan biaya lain agar bisa memperoleh harga tertentu.
  4. Produk yang dijual bersifat homogen atau identik.
  5. Para pelaku pasar memiliki kebebasan untuk masuk dan juga keluar di pasar tersebut.

Pasar persaingan sempurna ini, merupakan pasar yang ideal dan mampu mewujudkan satu mekanisme transaksi jual beli dimana pembentukan harga ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dengan pasar persaingan sempurna ini, maka distribusi barang akan lancar, setiap pihak akan memperoleh keuntungan yang fair, dan mekanisme atas pembentukan harga tadi dapat menjadi sarana untuk membagi sumber daya ekonomi yang ada di antara para pelaku pasar.

Lalu apa sebenarnya keinginan dari marketplace yang ada saat ini? JIka kita cermati, para pendiri ataupun perintis dari marketplace tersebut tidak membutuhkan suatu pasar yang menyediakan informasi begitu rupa sehingga terwujud pasar efisien. Kepentingan mereka bukanlah melindungi ataupun memberikan kemudahan bagi penjual. Ada banyak kepentingan yang tidak mencerminkan keinginan untuk mewujudkan kondisi pasar yang ideal ataupun efisien. Owner marketplace lebih mementingkan adanya traffic pada platform yang dibangunnya atas pengguna yang terlibat dalam marketplacenya. Ini bisa dilihat dengan banyaknya fasilitas yang diberikan dan beragam bentuk ivoriasi yang diciptakan. Diantaranya misalkan ada beragam bentuk promosi dan flash sale atau penjualan cepat, ada penurunan harga dengan model memberikan subsidi sementara kepada merchant, berbagai kemudahan yang diberikan kepada pembeli, dan termasuk memberikan cashback kepada merchant-merchant tertentu bagi calon pembeli ataupun pengguna baru.

Tingginya traffic ini juga ditentukan dengan banyaknya pelaku yang memanfaatkan marketplace tersebut, baik penjual maupun pembeli, tingginya jumlah download atas aplikasi tersebut, atau seberapa aktif transaksi yang terjadi dalam satu hari. Di sisi lain, bagi para penjual, mereka harus memiliki kekuatan atas cost leadership. Konsep ini dalam bisnis mencerminkan bahwa siapa yang bisa memenangkan harga pasar terendah dalam suatu transaksi bisnis, maka dia akan diikuti oleh pihak-pihak yang lain yang berusaha untuk mendapatkan para pembeli dengan menurunkan harga yang mirip atau bahkan bisa lebih rendah dari penjual pertama tadi.

Dari berbagai pengamatan dan juga kondisi tersebut, kita bisa memahami bahwa sesungguhnya marketplace yang ada itu bukanlah tempat ideal bagi transaksi jual beli yang fair. Di sana hanya merupakan tempat ramai-ramai, bertemunya calon penjual dan pembeli yang semu, pasar yang terwujud merupakan pasar yang semu, pembeli juga bersikap seolah-olah akan membeli padahal hanya melihat informasi saja. Jika kita cermati, posisi calon pembeli sebetulnya hanya ingin memperoleh informasi atas produk dan layanan yang diinginkan. Hanya itu saja. Kebanyakan mereka mendapatkan informasi itu tidak untuk bertransaksi, tetapi mendapatkan informasi cukup dan kemudian beralih ke merchant atau produk yang lain. Sebaliknya bagi para penjual, jika tidak memberikan informasi yang murah ataupun mudah atas produk yang diberikan, maka calon pembeli juga tidak mengakses merchant yang tersedia.

Di dalam marketplace berbagai informasi dapat diakses secara luas dan mudah tetapi informasi yang tersedia bukanlah digunakan untuk bertransaksi. Beragam informasi dan promosi yang tersedia lebih berupaya untuk menjadikan marketplace tersebut ramai. Hal ini sangat dimengerti oleh marketplace sehingga apabila salah seorang singgah di suatu laman (landing) untuk mendapatkan informasi terkait harga dan produk maka seketika itu juga akan ditawarkan oleh marketplace tadi beragam informasi pembanding lainnya.  Di sisi lain apabila dia masuk ke dalam satu merchant, dan membeli produk, barang atau jasa yang sama, oleh marketplace ditawari berbagai alternatif yang lain yang kemungkinan harga lebih murah lagi. Ini berarti bahwa ketersediaan informasi yang ada meskipun mudah dan tidak berbiaya, sebetulnya ditanggapi secara berbeda oleh pelaku pasar. Bagi para pembeli, informasi ini menjadi pembanding saja, tetapi sebagian besar dari mereka tidak berorientasi untuk berjual beli di tempat tersebut.

Sahabat muslim bangkit yang dimuliakan Allah SWT. dalam beberapa informasi dan analisis tadi, maka kita harus bisa menanggapi dengan baik. Pertama bahwa marketplace yang ada merupakan tempat dimana bertemunya para pemodal besar. Apabila kita tidak memiliki modal besar sehingga tidak mampu memberikan harga jual kompetitif maka kita akan tersaingi bahkan tidak merugi. Di sisi lain, mekanisme pembentukan harga yang ada bukanlah murni karena permintaan dan penawaran, tetapi karena campur tangan dari owner marketplace untuk memberikan satu stimulus bagi pencapaian traffic dan target di marketplace tersebut, terutama untuk menarik calon pembeli dan penjual. 

Sebagai calon penjual apabila kita merupakan usaha-usaha rintisan ataupun milik yang modal rendah atau sedang, maka kita harus mempelajari lebih jauh bagaimana berbisnis dengan model yang kompetitif. Oleh karenanya, mari kita belajar bersama, bagaimana strategi bisnis jitu dan bagaimana kita menyikapi dengan tepat atas munculnya beragam marketplace yang ada saat ini. Tentu pemahaman yang syar’i menjadi pedoman utama, bukan karena kemudahan dan akses informasi yang disediakan oleh marketplace tersebut. Tetapi apakah dalam transaksi, berbisnis atau muamalah, kita telah memenuhi apa yang telah menjadi syarat dan juga rukun dalam muamalah tersebut atau tidak. Dengan demikian apa yang menjadi harta kita yang diperoleh dari muamalah tersebut merupakan harta yang halal dan berkah. Di sisi lain, setiap perbuatan kita sebagai seorang muslim tentu harus terikat dengan hukum syara’ sehingga tidak muncul syubhat atau bahkan transaksi yang haram. Kita berlindung kepada Allah SWT. semoga tidak menjadi orang-orang yang menyepelekan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. dan menjadikan kita orang-orang yang tidak memahami hukum syara’ dalam bermuamalah.

Yuk kita ikuti sesi berikutnya dalam kaitannya dengan bisnis dan muamalah kontemporer di seri-seri berikutnya.

Wassalamualaikum Wr Wb.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *