Self Destructive and Massive Impact

Ditulis oleh Ihda Arifin Faiz, SE, M.Sc.,CMA, CIBA (Founder Revival Islamic Governance)

Judul tersebut merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan bobroknya capitalism economic system terhadap tatanan sosial ekonomi kemasyarakatan yang diterapkan secara digdaya di seluruh dunia. Apabila saat ini yang sedang gempar adalah kasus JIWASRAYA dan berlanjut ASABRI, maka masyarakat (terutama masyarakat awam) harus mengerti dan sadar bahwa sejatinya masalahnya berakar dari sistem ekonomi yang merusak. Apakah uang yang diinvestasikan (untuk beragam jenis asuransi) oleh lembaga asuransi tersebut dirampok oleh salah satu atau beberapa oknum orang dalam perusahaan? Jika kasus yang menimpa kedua perusahaan asuransi (dan juga perusahaan semisal) tersebut adalah gagal bayar untuk pemenuhan klaim asuransi karena berinvestasi di sekuritas beresiko tinggi (high risk instrument) maka pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan tegas TIDAK!.

Lalu siapa yang membawa kabur dan menikmati uang investasi tersebut? Jawabannya adalah sistem ekonomi kapitalisme yang telah menciptakan mekanisme pasar modal (capital market) dan pasar keuangan (financial market) dengan beragam jenis produk keuangan (securities) yang diperdagangkan, mulai dari surat berharga berbasis aset (asset-based securities) hingga surat berharga turunan (derivatives). Di dalam pasar tersebut, terhimpun beragam jenis transaksi dan produk perdagangan (sekuritas) yang penuh dengan unsur ketidakpastian (gharar) dan unsur judi (maysir). Tentu kesemuanya itu dilarang oleh islam. Disamping itu, pasar keuangan dan produk yang diperdagangkan pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen kapitalisme untuk menopang tegak dan berdirinya sistem ekonomi kapitalisme. Ibarat tubuh manusia, bank dan lembaga keuangan merupakan jantung kapitalisme yang berfungsi untuk ‘menyedot’ aliran uang dan harta di tengah-tengah masyarakat dan digunakan secara massive untuk berbagai korporat besar (yang bisa mengakses pendanaan tersebut) untuk ekspansi bisnis mereka.

Bagaimana bisa tidak ada yang mendapat manfaat langsung dari skema ‘mismanagement’ dalam kasus tersebut atau yang serupa? Jika dinyatakan bahwa potensi kerugian dari Jiwaraya adalah sebesar Rp7 triliun dan ASABRI adalah Rp10 triliun maka nilai itu tidak seluruhnya ‘dirampok maling’ tetapi sebagai ‘tumbal’ kapitalisme. Jikalaupun ada yang mendapatkan keuntungan karena hanya mengejar high return maka itupun tidak banyak. Perlu diketahui, mekanisme jual beli surat berharga di pasar modal layaknya orang ‘berjudi’ (gambling) pada produk yang nilainya tidak sejalan dengan realitasnya. Seperti pernah heboh orang berduyun-duyun membeli kembang ‘gelombang cinta’ karena isu tertentu yang menjadikan harganya sewaktu bombastis berlipat-lipat. Hanya saja, setelah beragam isu ‘yang digoreng’ tersebut reda atau masyarakat mulai sadar maka harga jual pasaran bunga tersebut turun atau jatuh dibanding waktu ‘hot trend’. Siapa pencuri uang si Ibu yang waktu itu beli bunga gelombang cinta seharga Rp10juta tetapi ternyata kini dijual kurang dari Rp100ribu? Inilah contoh sederhana ‘maling’ yang dikelola dan dijaga oleh Kapitalisme untuk menopang sistem ekonomi yang dibangunnya.

Bagaimana kasus seperti ini bisa dihentikan? Jawabannya adalah GANTI KAPITALISME dengan SISTEM ISLAM. Jika tidak, narasi atas kasus ini biasanya hanya diselesaikan dengan ‘mengorbankan’ salah satu pihak ‘internal’ atau manajemen yang ‘dituduh’ tidak prudent dalam mengalokasikan dan mengelola dana investasi yang dihandle.

Seperti apa ekonomi kapitalisme saat ini?

Apakah islam memiliki sistem ekonomi yang mampu memberikan pemerataan, kesejahteraan dan keadilan kepada masyarakat luas?

Pertanyaan-pertanyaan itu yang harus kita jawab bersama…..

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *